Langsung ke konten utama

Laporan penampungan dan evaluasi semen

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Aplikasi teknologi IB dengan mengunakan semen pejantan yang telah diseleksi untuk produksi bibit sapi unggul, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan juga perbaikan mutu genetik sapi lokal yang berlipat ganda dalam waktu relatif singkat. Inseminasi buatan diperkenalkan oleh orang Belanda ke Indonesia sebelum tahun 1950, tetapi penerapannya tidak meluas, hanya terbatas pada balai-balai penelitian saja. Sejak tahun 1970-an telah mulai dikenal inseminasi buatan di Indonesia secara meluas dengan menggunakan semen beku. Semen beku tersebut diperoleh dari bantuan pemerintah Inggris dan Selandia Baru. Dengan demikian penyebaran bibit sapi unggul dapat terus berkembang di Indonesia secara efisien melalui pelayanan inseminasi buatan (Sufyanhadi, 2012).
Era globalisasi menuntut para peternak untuk mampu bersaing, jangan malah semakin tenggelam oleh bidang lain. Teknologi kawin silang atau disebut Inseminasi Buatan (IB) perlu diketahui dan menjadi sangat penting untuk dipelajari guna mengahasilkan ternak yang berkualitas tinggi (Kartasudjana, 2001).
Permasalahan utama dari semen beku adalah rendahnya kualitas semen setelah di thawing yang ditandai dengan terjadinya kerusakan pada struktur, biokimia dan fungsional spermatozoa yang menyebabkan terjadi penurunan daya hidup, Kerusakan membran plasma, tudung akrosom, kegagalan transport dan fertilisasi. Permasalahan kedua pada sapi betina (akseptor IB) dalam kaitannya dengan kinerja reproduksi. Faktor terpenting dalam pelaksanaan inseminasi adalah ketepatan waktu pemasukan semen pada puncak kesuburan ternak betina. Puncak kesuburan ternak betina adalah pada waktu menjelang ovulasi (Sugoro, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukanlah praktikum proses penampungan semen dan evaluasi semen agar dapat memudahkan proses melakukan teknologi Inseminasi Buatan (IB).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari praktikum ini adalah bagaimana cara melakukan penampungan semen serta proses evaluasi semen?
C. TujuanPraktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara melakukan penampungan semen serta proses evaluasi semen.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Penampungan Semen
Secara umum penampungan semen adalah ejakulasi yang dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal. Faktor internal yaitu hormon, metabolisme, keturunan, makanan, umur dan kesehatan secara umum dari pejantan tersebut. Faktor eksternal adalah suasana lingkungan, tempat penampungan, manajemen, para penampung, cuaca, saranan penampungan termasuk teaster (Sufyanhadi, 2012).
1.      Persiapan kolektor dan handle
Kolektor harus mengenakan pakaian pelindung, seperti sepatu, helm, glove, stope watch, untuk menghindari bahaya. Sedangkan handle harus membawa pejantan mengelilingi atau berputar-putar didekat pemancing (Sugoro, 2009).
2.      Persiapan tempat penampungan
Penampungan semen dilakukan di tempat penampungan yang khusus. Lokasi penampungan harus bersih dan kering. Kotoran dan lumpur dibersihkan dulu. Suasana di sekitar lokasi penampungan harus tenang dan tidak banyak orang yang menonton. Kandang penampung mempunyai lantai atau tempat berpijak yang tidak licin. Atau bisa juga tempat berpijak sapi jantan dialasi dengan keset yang terbuat dari sabut kelapa berukuran 2x2 m (Rinaldi, 2012).

3.      Persiapan peralatan penampung
Peralatan dan bahan penampungan harus bersih dan kering sebelum dipakai. Hal ini perlu diperhatikan terutama vagina buatan untuk menjaga tercampurnya sperma yang ditampung dengan kotoran atau kuman kuman penyakit yang berasal dari pejantan satu ke pejantan yang lain. Semua bagian yang terbuat dari karet harus di cuci bersih dengan air panas lalu dengan alkohol kemudian dikeringkan dan disimpan dalam lemari yang tertutup. Peralatan penampungan yang digunakan yaitu vagina buatan, vaselin, tabung skala dan kain lap (Herdiawan, 2009).
4.      Persiapan Artificial Vagina
            Vagina buatan berfungsi menampung semen pada akan di gunakan di inseminsasi memiliki warna hitam,keras dan kaku. Penggunaan Artificial Vagina merupakan metode paling efektif untuk diterapkan pada ternak unggul normal dan memiliki libido bagus. Keseluruhan bagian Artificial Vagina tersebut harus dalam keadaan steril ketika akan digunakan untuk menampung semen pejantan (Nilna, 2010).
            Teknik penggunaan Artificial Vagina perlu diisi dengan air hangat pada suhu 40-50˚C sebanyak 400 - 500 ml pada sapi sedangkan pada kambing sabanyak ± 100 ml. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan suhu vagina asli dari sapi ataupun kambing. Setelah pengisian tersebut perlu dilakukan pemompaan yang disesuaikan dengan ukuran penis dari pejantan. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh kekenyalan yang sama dengan kondisi vagina asli dari sapi ataupun kambing. Sebelum digunakan, perlu diolesi dengan Lubricating jelly dengan menggunakan Stick steril mulai dari bagian luar lubang sampai 1/3 bagian atas Artificial Vagina. Hal tersebut bertujuan untuk melumaskan atau memudahkan jalannya masuk penis pejantan kedalam Artificial Vagina dan mengurangi adanya resiko luka pada penis pejantan (Nilna, 2010).
5.      Persiapan pejantan dan pemancing
Pada proses penampungan semen ini dibutuhkan seekor Bull teaser atau yang lebih dikenal dengan sebutan pejantan pemancing. Penggunaan Bull teaser dalam hal ini bertujuan untuk merangsang libido dari pejantan yang telah dijadwalkan untuk ditampung semennya.Bull teaser yang digunakan pada sapi dan kambing berbeda. Pada sapi hanya digunakan Bull teaser jantan. Sedangkan pada kambing bisa digunakan Bull teaser jantan dan betina. Karakteristik dari Bull teaser yang digunakan harus berukuran lebih kecil dan tidak aktif daripada pejantan. Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memasukkan Bull teaser kedalam kandang jepit dan diikat dengan tali tampar. Pengikatannya dimulai dengan mengikat bagian ekor, kemudian dilewatkan pada perut bagian bawah dan terakhir diikatkan pada bagian leher Bull teaser (Nilna, 2010).
Bull teaser dimasukkan kekandang jepit dan diikat dengan nyaman, ekornya diikat dan ditarik kedepan melewati bawah perut dan ujung tali diikatkan pada tali kepala bull teaser. Tubuh bagian belakangnya dilap dengan handuk bersih yang telah dibasahi larutan desinfektan perbandingan 1:1000, tujuannya adalah agar penis pejantan tidak terkontaminasi ketika dilakukan mounting (menaiki bull teaser). Selain itu, petugas atau kolektor memeriksa keadaan penis pejantan pada saat mounting pertama. Apabila ditemukan luka, maka penis tersebut harus diberikan penanganan. Dilakukan penampungan semen sebanyak 2 kali ejakulasi. Apabila dilakukan penampungan semen lebih dari 2 kali akan menyebabkan pejantan lelah dan konsentrasi sperma yang rendah (Sugoro, 2009).
6.      Proses penampungan
Artificial Vagina yang telah diolesi dengan Lubricating Jelly  dibawa oleh seorang kolektor menggunakan tangan kanan dengan sudut kemiringan ± 35°. Terdapat petugas lain yang bertindak untuk meng-handle tingkah laku pejantan. Pertama-tama petugas lain mendekatkan pejantan kepada Bull Teaser agar libido pejantan tersebut terpancing. Lalu kolektor bersiaga apabila pejantan mengalami Mounting. Pada saat Mounting pertama, kolektor akan menyiram penis pejantan dengan desinfektan ringan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran serta mengurangi kontaminasi pada penis pejantan.Setelah penis pejantan mengalami Mounting 3-5 kali dan memiliki tanda-tanda berupa keluarnya cairan Accesoris, kolektor mulai memasukkan Artificial Vagina pada penis pejantan. Setelah semen berhasil didapatkan, Colection Tube diarahkan kebawah dan lubang Artificial Vagina ke atas. Penampungan semen pada masing-masing pejantan dilakukan sebanyak dua kali ejakulasi. Dari ejakulsi I ke ejakulasi II pejantan diistirahatkan ditempat peristirahatan selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk memulihkan stamina pejantan sebelum dilakukan penampungan semen yang ke II (Herdiawan, 2009).



B.     Evaluasi Semen
Keberhasilan IB pada ternak ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu kualitas semen beku (straw), keadaan sapi betina sebagai akseptor IB, ketepatan IB, dan keterampilan tenaga pelaksana (inseminator). Faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Rinaldi, 2012).
Permasalahan utama dari semen beku adalah rendahnya kualitas semen setelah di thawing yang ditandai dengan terjadinya kerusakan pada struktur, biokimia dan fungsional spermatozoa yang menyebabkan terjadi penurunan daya hidup, Kerusakan membran plasma, tudung akrosom, kegagalan transport dan fertilisasi. Permasalahan kedua pada sapi betina (akseptor IB) dalam kaitannya dengan kinerja reproduksi. Faktor terpenting dalam pelaksanaan inseminasi adalah ketepatan waktu pemasukan semen pada puncak kesuburan ternak betina. Puncak kesuburan ternak betina adalah pada waktu menjelang ovulasi (Sugoro, 2009).
Menurut pendapat Hafez (2000), yang menyatakan bahwa pemeriksaan evaluasi semen meliputi:
1.      Pemeriksaan makroskopis
Pemeriksaan makroskopis merupakan suatu evaluasi semen dengan mata secara langsung tanpa memerlukan alat bantu. Pada pemeriksaan ini dilakukan pengukuran volume, bau, warna, pH, dan konsisistensi semen. Volume dari semen yang diejakulasikan oleh suatu pejantan dapat dilihat melalui tabung pengumpul yang telah dilengkapi dengan garis volume. Pengukuran volume semen yang baik pada masing-masing pejantan harus mencapai 2 – 10 ml.
Pemeriksaan bau semen dilakukan dengan cara membau. Semen yang normal memiliki aroma khas sperma. Warna semen hasil ejakulasi pada masing-masing organisme sangat berbeda-beda. Semen sapi pada umumnya memiliki warna putih sedikit krem atau putih susu atau kekuningan. Sedangkan semen kambing berwarna  putih krem tetapi lebih tua dari semen sapi. Namun pada kenyataannya memungkinkan juga ditemukan selain dari warna di atas, seperti warna kemerahan pada semen yang didapatkan  menunjukkan bahwa semen telah terkontaminasi oleh darah, sedangkan apabila warnanya berubah coklat menunjukkan bahwa semen yang telah terkontaminasi darah mengalami dekomposisi pada darahnya. Warna semen kehijauan merupakan indikasi adanya bakteri pembusuk.
Pengujian pH dari semen dilakukan dengan menggunakan pH paper BTB atau kertas lakmus. Langkah pertama yang dilakukan pada pengujian ini adalah dengan meneteskan sedikit semen pada pH paper BTB atau kertas lakmus dan diamati perubahan warna yang terjadi pada kertas tersebut. Adanya perubahan warna pada kertas dicocokkan dengan indikator yang tertera pada kemasan pH paper BTB atau kertas lakmus. Pada umumnya, semen normal memiliki pH antara 6,2 - 6,8.
Konentrasi semen dapat diketahui secara pasti dengan melihat nilai absorbansi yang tertera pada spektrofotometer. Langkah pertama yang dilakukan pada pengujian konsistensi ini adalah dengan mencampurkan 0,04 ml semen dengan 3,96 NaCl fisiologis. Hal ini bertujuan untuk benar-benar memastikan bahwa semen dan NaCl fisiologis telah tercampur. Setelah itu campuran tersebut dipindahkan kedalam kuvet, dan dilakukan pembacaan konsentrasinya berdasarkan pada nilai absorbansi yang tertera pada spektrofotometer.
2.      Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis meliputi gerak massa, gerak individu dan konsentrasi sel. Setelah dilakukan pemeriksaan semen secara makroskopis, selanjutnya dilakukan pemeriksaan semen secara mikroskopis. Pemeriksaan semen secara mikroskopis ini bertujuan untuk menganalisa kondisi semen lebih dalam lagi. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah mikroskop dengan perbesaran 200x atau 400x.
Pada pemeriksaan mikroskopis ini dapat diketahui gerakan massa dan gerakan individu dari spermatozoa. Pengujian dengan kedua variable ini merupakan tolok ukur apakah semen layak untuk diproduksi ataupun tidak dan digunakan sebagai parameter kesanggupan spermatozoa membuahi. Pada pemeriksaan gerakan massa, Slide glass tanpa ditutup dengan Cover glass, sedangkan pada pemeriksaan gerakan individu Slide glass ditutup dengan Cover glass.
Menurut Partidiharjo (1987), yang menyatakan bahwa dalam pengujian mikroskopik ada beberapa yaitu:
a.    Gerakan Massa
Gerakan massa sperma merupakan petunjuk derajat keaktifan bergerak sperma (sebagai indikator tingkat atau persentase sperma hidup dan aktif) dalam semen. Gerakan massa sperma dapat diketahui dengan mengamati di bawah mikroskop dengan pembesaran lensa 10 x 10. Semen yang bagus, pada pengamatan di bawah mikroskop, akan memberikan tampilan kumpulan sperma bergerak bergerombol dalam jumlah besar sehingga membentuk gelombang atau awan yang bergerak.
Penilaian semen berdasarkan pergerakan massa dapat ditentukan sebagai berikut:
a.    Sangat baik (+++), jika terlihat adanya gelombang-gelombang besar, banyak, tebal, gelap dan aktif bergerak cepat serta berpindah-pindah tempat.
b.    Baik (++),  jika terlihat gelombang-gelombang kecil tipis, jarang, kurang jelas, dan bergerak lamban.
c.    Sedang (+), jika tidak terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan individu aktif progresif.
d.   Buruk (0), bila hanya sedikit atau gerakan-gerakan individual
b.    Konsentrasi Sperma Total
Konsentrasi sperma atau kandungan sperma dalam setiap milliliter semen merupakan salah satu parameter kualitas semen yang sangat berguna untuk me-nentukan jumlah betina yang dapat diinseminasi menggunakan semen tersebut. Penentuan konsentrasi sperma dapat dilakukan melalui 4 (empat) cara, yaitu pendugaan melalui warna dan kekentalan semen lebih ditekankan penerapannya pada semen domba dan kambing. Metode ini menghasilkan 5 (lima) kriteria tingkat konsentrasi sperma dalam satu contoh semen, jarak antar kepala sper-ma siapkan satu buah gelas objek yang bersih. Teteskan ke atas permukaan gelas objek satu tetes kecil semen, kemudian tutup dengan cover glass sehingga terbentuk preparat yang terdiri dari satu lapisan tipis cairan semen amati preparat di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 40, serta penghitugan menggunakan haemacytometer dan kamar hitung Neubauer Kandungan sperma dalam satu contoh semen dapat dihitung secara lebih akurat penggunakan pipet haemacytometer (pipet untuk menghitung jumlah sel darah merah) dan kamar hitung Neubauer.
c.    Konsentrasi Sperma Hidup (Motilitas Sperma)
Semen yang berkualitas baik adalah semen yang memiliki kandungan sperma hidup dan bergerak maju ke depan dalam jumlah yang banyak. Perbandingan sperma hidup dan bergerak ke depan (motil progresif) dengan konsentrasi sperma total dalam satu contoh semen dikenal dengan istilah motilitas sperma.
Penentuan motilitas sperma dalam satu contoh semen dapat dilakukan melalui dua metode yaitu:
1)   Penghitungan Motilitas menggunakan pipet haemacytometer dan kamar hitung Neubauer. Penentuan konsentrasi sperma hidup dalam semen dilakukan dengan prosedur yang sama dengan pada penentuan konsentrasi sperma total. Per-bedaannya terletak pada cairan pengencer yang digunakan. Pada penentuan konsentrasi sperma hidup digunakan larutan NaCl Fisiologis, bukan NaCl 3%. Dengan menggunakan larutan NaCl Fisiologis sebagai pengencer, maka sperma yang masih hidup akan tetap hidup dan terus bergerak, sedangkan sperma yang mati akan diam.
2)   Penentuan motilitas sperma berdasarkan pewarnaan diferensial. Sperma hidup dan sperma mati dalam satu contoh semen dapat dibedakan melalui pewarnaan diferensial. Siapkan dua buah gelas objek bersih, teteskan satu tetes larutan Eosin 2 % pada permukaan salah satu gelas objek. Kemudian tambahkan satu tetes kecil semen ke dalam larutan Eosin tersebut, aduk pelan-pelan campuran tersebut dengan menggunakan gelas objek yang lain sampai rata, dorong gelas objek yang terakhir ke salah satu ujung gelas objek yang pertama sehingga terbentuk satu lapisan tipis (film) cairan semen pada permukaan gelas gelas objek pertama, tempatkan gelas objek yang pertama di atas nyala api lampu spirtus sambil digerak-gerakan sampai lapisan film mengering, amati preparat tersebut di bawah mikroskop dengan pembesaran lensa 10 x 40. Sperma yang pada saat preparat dibuat masih dalam keadaan hidup akan berwarna putih karena tidak menyerap warna (terutama bagian kepalanya), sedangkan sperma yang mati akan berwarna merah karena menyerap warna Eosin, hitung kurang lebih 200 sel sperma. Dari sejumlah sel sperma yang dihitung tersebut, berapa banyak sperma yang berwarna putih, dan berapa banyak sperma yang berwarna merah. Misalkan sperma yang berwarna putih sebanyak p sel dan sperma yang berwarna merah sebanyak q sel.
d.    Abnormalitas Sperma
Ketidaknormalan bentuk sperma dalam satu contoh semen perlu diketahui karena tingkat ketidaknormalan tersebut akan berkaitan dengan kesuburan (fertilitas) dari pejantan yang ditampung semennya. Tingkat abnormalitas sperma dapatdiketahui melalui preparat pewarnaan diferensial yang sudah diuraikan pada bagian motilitas sperma. Abnormalitas sperma terdiri dari dua kelompok, yaitu abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer terjadi selama proses pembentuk-an sperma di dalam testes, sedangkan abnormalitas sekunder terjadi setelah proses pembentukan sperma, setelah keluar dari tubuh ternak jantan, serta akibat pengolahan semen.
            Penilaian pergerakan individu menggunakan mikroskop dan melihat pergerakan progresif atau atau pergerakan aktif maju ke depan merupakan gerakan terbaik. Pergerakan melingkar atau mundur merupakan tanda terdapat cold shock atau media yang kurang isotonik terhadap semen.Gerakan berayun dan berputar-putar ditempat biasanya terlihat pada semen yang sudah tua dan apabila kebanyakan spermatozoa berhenti bergerak telah dianggap mati (Herdiawan, 2009).
            Standar yang digunakan pada pengujian gerakan masa dan gerakan individu spermatozoa ini adalah 70%.Dimana 70% terdiri dari perhitungan +++, ++.Apabila pada pengujian ditemukan perhitungan gerakan >70%, maka semen tersebut bisa dilakukan penanganan selanjutnya.Sedangkan apabil pada pengujian ditemukan perhitungan motilitas <70%, maka semen tersebut dinyatakan Afkir dan tidak bisa dilakukan penanganan selanjutnya atau harus dibuang (Nilna, 2010).


C.    Pengenceran Semen
Pengenceran semen adalah upaya untuk memperbanyak volume semen, mengurangi kepadatan spermatozoa serta menjaga kelangsungan hidup spermatozoa sampai batas waktu penyimpanan tertentu pada kondisi penyimpanan di bawah atau di atas titik beku. Pengenceran dan penyimpanan semen merupakan usaha mempertahankan kualitas spermatozoa dalam periode yang lebih lama yakni untuk memperpanjang daya hidup spermatozoa, motilitas, dan daya fertilitasnya (Herdiawan, 2009).
Menurut Nilna (2010), yang menyatakan bahwa fungsi pengencer adalah sebagai berikut :
1.    Menyediakan zat-zat makanan sebagai sumber energi bagi spermatozoa
2.    Melindungi spermatozoa dari Cold Shock.
3.         Menyediakan suatu penyanggah untuk mencegah perubahan pH akibat pembentukan asam laktat dari hasil metabolisme spermatozoa.
4.    Mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan elektrolit yang sesuai.
5.         Mengandung unsur-unsur yang sifat fisik dan kimianya hampir sama dengan semen dan tidak mengandung zat yang bersifat toksik bagi spermatozoa dan saluran kelamin betina.
6.    Mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
7.      Memperbanyak volume semen
Beberapa bahan pengencer yang umum digunakan dalam pengenceran semen adalah kuning telur, susu, air kelapa. Bahan pengencer lain yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam mempertahankan kualitas spermatozoa adalah pengencer NaCl fisiologis, Ringer Laktat dan Ringer Dextrose (Nilna, 2010).
D.    Filling dan Sealing
Filling dan Sealing adalah proses pengisian semen yang telah diencerkan ke dalam straw dengan menggunakan alat yang bekerja secara otomatis (mesin filling dan sealing). Mesin tersebut secara otomatis memasukkan semen cair sebanyak 0,25 cc ke dalam straw dan menutup ujung straw dengan sumbat lab. Proses ini dilakukan di dalam cooling top. Sebelum dilakukan proses Filling Sealing, lemari dan mesin Filling Sealing dibersihkan dengan alkohol 70% dan seluruh peralatan yang akan digunakan didinginkan pada suhu 4 – 5oC. Ketika proses pengisian semen ke dalam straw, silicon tube (fleksibel) dan tipper disk (tempat semen) harus selalu diganti untuk pengisian semen yang berbeda. Hal ini bertujuan untuk menghindari percampuran semen satu dengan semen yang lain, yang nantinya akan berpengaruh terhadap keaslian semen itu sendiri. Selanjutnya straw yang telah berisi semen dilakukan pengecekan untuk mengetahui ada tidaknya straw yang tidak terisi semen dengan cara dilihat dibawah cahaya (Lindsay, 2000).
Setelah straw diisi semen, maka harus segera ditutup denga penutup plastic atau bubuk polyvinyl. Penting untuk dicatat, bahwa setelah dilakukan pengisian straw harus disediakan sedikit bagian yang terbuka, untuk digunakan proses sealing (Lindsay, 2000).


Firman Allah dalam Q.S asy-syura/42: 11 yang berbunyi:
ãÏÛ$sù ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 Ÿ@yèy_ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& $[_ºurør& z`ÏBur ÉO»yè÷RF{$# $[_ºurør& ( öNä.ätuõtƒ ÏmŠÏù 4 }§øŠs9 ¾ÏmÎ=÷WÏJx. Öäïx« ( uqèdur ßìŠÏJ¡¡9$# 玍ÅÁt7ø9$# ÇÊÊÈ  
Terjemahnya:
“(dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia dan Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat”.

Makna dari ayat tersebut yaitu Allah SWT.  menciptakan manusia saling berpasang-pasangan, begitupun halnya dengan binatang ternak, sehingga makhluk Allah dapat berkembang biak dengan adanya proses reproduksi. Sebagaimana manusia terdapat suatu pelajaran atas kekuasaan Allah, Dia menciptakan sesuatu dalam bentuk yang sempurna dan tidak ada cacat yang terjadi didalam penciptaannya. Sesungguhnya Allah maha sempurna yang menyempurnakan segala bentuk ciptaannya.












BAB III
METODE PRAKTIKUM

A.    Waktu dan Tempat
Waktu dan tempat pelaksanaan pratikum ini adalah hari/tanggal, senin/19 Desember 2016, pukul 007.00-13.30 WITA, tempat laboratorium ilmu peternakan, Fakultas Sains dan TeknologiUniversitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
B.     Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.   Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikutvagina buatan, tabung skala, kain lap, mikroskop, pipet tetes, tabung reaksi, rak tabung, pipet hymocytometer dan objek glass.
2.   Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut sapi betina, sapi jantan, NaCl 3 %, NaCl 0,9 %, sperma dan kamar hitung neubaver.
C.    Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Proses penampungan
a.       Menyiapkan alat dan bahan
b.      Siapkan pejantan yang akan diambil semennya.
c.       Bersihkan preputium dengan jalan mencuci dengan sabun dan bulu (rambut yang ada disekitarnya) digunting tinggalkan 2 - 3 cm.
d.      Bersihkan pula bagian belakang betina pemancing terutama pangkal ekor.
e.       Siapkan kondisi sapi pejantan sehingga nafsu birahinya meluap
f.       Gunakan  hewan pemancing yang sedang birahi dan biarkan untuk beberapa  saat pejantan mencium dan menunggangi  tetapi tidak ditampung.
g.      Bawa pejantan mengelilingi atau berputar-putar didekat pemancing.
h.      Masukkan penis yang sedang ereksi kedalam AV dengan membentuk sudut ± 30º.
i.        Setelah selesai penampungan, AV digoyang dengan membentuk angka delapan untuk menghindari tinggalnya semen pada selonsong karet.
j.        Tabung semen dibuka dari corong karet dan ditutup dengan kertas atau kain agar terhindar dari sinar matahari lansung.
k.      Semen siap dibawa ke Laboratorium untuk diperiksa dan diproses.
2.      Proses evaluasi semen
a.       Menyiapkan alat dan bahan
b.      Melakukan pengujian makroskopi yaitu meliputi: warna, bau, pH, kekentalan dan volume.
c.       Melakukan pengujian makroskopis yang meliputi: gerakan massa, jarak antara kepala, warna & kekentalan.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil pengamatan
1.      Pengujian Makroskopik
Volume
Warna
Bau
Kekentalan
pH
7 ml
Krem kental
Khas sperma
kental
6
Sumber: Laboratorium Ilmu Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2016.

2.      Pengujian Mikroskopik
Hasil evaluasi
Skor
Konsentrasi
Keterangan
Gerakan massa
2
Buruk
tidak ditemukan adanya gelombang tetapi terlihat gerakan sperma secara individual. Semen tersebut diperkirakan mengandung 20-40% sperma hidup
Warna dan kekentalan
5
5,00
Semen sapi berwarna krem kental
Jarak antar kepala
2
200-500
Jarak  rata-rata antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain mencapai satu setengah panjang kepala sampai satu panjang sperma keseluruhan
Sumber: Laboratorium Ilmu Peternakan Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2016.

B.     Pembahasan
Bedasarkan hasil praktikum cara melakukan evaluasi semen ialah dengan cara menyiapkan alat dan bahan, mengambil semen yang terdapat pada tabung skala yang disimpan dalam water bath, memipet semen pada tabung skala kemudian meneteskan pada deck glass sebanyak satu tetes, mengamati semen secara makroskopik, mengamati semen pada mikroskop dan mencatat hasil pengamatan. Hasil yang didapatkan dari pengujian makroskopik ialah untuk parameter volume yaitu 7 ml, krem kental, khas sperma, kental dan pH 6. Hal ini sesuai dengan pendapat Hafez (2000), yang menyatakan bahwa Pengukuran volume semen yang baik pada masing-masing pejantan harus mencapai 2 – 10 ml. Semen sapi pada umumnya memiliki warna putih sedikit krem atau putih susu atau kekuningan.Semen yang normal memiliki aroma khas sperma. Semen normal memiliki pH antara 6,2 - 6,8
Kemudian untuk pengamatan mikroskopik dengan parameter gerakan massa dengan skor 2, konsentrasi buruk, separuh sperma mati, terlihat adanya sedikit sel sperma yang bergerak. Dan untuk parameter warna dan kekentalan skor 5, konsentrasi 5,00, semen sapi berwarna krem kental. Untuk parameter jarak antar kepala skor 2, konsentrasi 200-500, jarak rata-rata antar satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain mencapai satu setengah panjang kepala sampai satu panjang sperma keseluruhan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Hafez (2000), yang menyatakan bahwa Standart yang digunakan pada pengujian gerakan masa dan gerakan individu spermatozoa ini adalah 70%.Dimana 70% terdiri dari perhitungan +++, ++. Warna dan kekentalan: Warna semen hasil ejakulasi pada masing-masing organisme sangat berbeda-beda. Semen sapi pada umumnya memiliki warna putih sedikit krem atau putih susu atau kekuningan. Jarak antar satu kepala sperma yang baik yaitu jarak rata-rata antara satu kepala sperma dengan kepala sperma yang lain kurang dari panjang satu kepala sperma.
BAB V
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.    Proses penampungan semen yaitu menyiapkan pejantan kemudian membersihkan preputium. Gunakan  hewan pemancing yang sedang birahi. Bawa pejantan mengelilingi atau berputar-putar didekat pemancing, Masukkan penis yang sedang ereksi kedalam AV dengan membentuk sudut ± 30ºC, Setelah selesai penampungan, AV digoyang dengan membentuk angka delapan untuk menghindari tinggalnya semen pada selonsong karet, Tabung semen dibuka dari corong karet dan ditutup dengan kertas atau kain agar terhindar dari sinar matahari langsung.
2.    Proses evaluasi semen yaitu melakukan pengujian makroskopi yaitu meliputi warna, bau, pH, kekentalan dan volume. Melakukan pengujian makroskopis yang meliputi gerakan massa, jarak antara kepala, warna dan kekentalan
B.       Saran
Adapun saran praktikum ini adalah sebaiknya pada praktikum selanjutnya alat yang digunakan sebaiknya lebih lengkap, seperti mikroskop yang lebih bagus lagi agar memudahkan dalam melakukan pengamatan.


DAFTAR PUSTAKA

Hafez, E.S.E. 2000.Semen Evaluation Reproduction in Farm Animals.. In: HAFEZ, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals.6 Th Ed. Lea & Febiger, Philadelphia. Hal 424-439.

Herdiawan., 2004. Pengaruh Laju Penurunan Suhu dan Jenis Pengencer Terhadap Kualitas Semen Beku Domba Priangan. Jakarta: PT. Gramedia.
Kartasudjana, R. 2001. Teknik Inseminasi Buatan. Jakarta: Departemen Pendidikan           Nasional.

Lindsay, dkk. 2000. Proses Preservasi Semen.Fakultas Peternakan dan Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang

Nilna.2010. Standar Operasional Pekerjaan Prosesing Semen. Sumatra Barat: Pengawas Mutu Bibit Ternak pada Dinas peternakan

Rinaldi.2012. Penampungan Semen Dan Sni Semen Beku. Sumatra Utara: Attribution Non-commercial.

Sufyanhadi. 2012. Metode Penampungan Semen. Penerbit Angkasa, Bandung (diterjemahkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan, IPB).
Sugoro, I. 2009. Pemanfaatan Inseminasi Buatan (IB) untuk Peningkatan   Produktivitas   sapi. Bandung: Sekolah Tinggi dan Ilmu Hayati ITB.
Suradiyana. 2004.Pengamatan Mikroskopis dan Makroskopis Spermatologi. Yudhistira, Surabaya.




Komentar